EFUSI PLEURA
1.
PENDAHULUAN
Dalam masa embriologi membran pleura dibentuk dan mesenchim yang akan
memisahkan paru dari mediastinum, diafragma dan dinding dada. Pada prinsipnya
pleura dibentuk untuk mempermudah pergerakan paru-paru di rongga dada selama
bernapas dan salah satu fungsi yang lain adalah mekanisme penghubung antara
paru-paru dengan dinding dada. 1
Pleura terdiri atas pleura visceral yang membungkus permukaan paru dan pleura
parietal yang melapisi bagian dalam dinding dada. Di antaranya terdapat rongga
yang berisi sedikit cairan sebagai pelumas dalam pergerakan pernapasan. Dalam
keadaan normal pada foto toraks tidak dapat diperlihatkan lapisan pleura. 2,3
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat
menghambat pengembangan paru-paru atau alveolus atau keduanya. Keadaan ini
dapat diakibatkan penekanan pada paru-paru salah satunya akibat penimbunan
cairan dalam rongga pleura. 1
2. DEFINISI
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penmpukan cairan di dalam
rongga pleura. Efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang
dapat mengancam jiwa penderita. 2
3.
PATOFISIOLOGI
Tekanan hidrostatik normal di dalam kapiler pleura parietal kemungkinan sama
dengan tekanan di kapiler-kapiler sistemik dengan rata-rata 25 mmHg, sedangkan
tekanan intrapleura sedikit di bawah atmosfir dengan rata-rata –3 mmHg,
memungkinkan filtrasi cairan. Kebalikannya yaitu tekanan onkotik yang mana
tekanan onkotik tersebut lebih tinggi di plasma daripada di cairan pleura
sehingga memungkinkan reabsorpsi. 4
Pada kapiler di pleura visceral, keseimbangan antara tekanan hidrostatik dengan
onkotik adalah berlawanan, walaupun begitu tekanan onkotiknya sama dengan di
kapiler pleura parietal dan tekanan hidrostatik dan onkotiknya yang
memungkinkan terjadinya reabsorpsi di pleura visceral yang hasil akhirnya
karena ada keseimbangan antara filtrasi dari plura parietal dengan reabsorpsi
dipertahankan minimal. 4
Tekanan hidrostatik kapiler dinding dada adalah 22 mmHg sedangkan tekanan di
dalam rongga pleura –5 mmHg sehingga tekanan mendorong filtrasi besarnya 22 + 5
= 27 mmHg. Tekanan osmotik koloidal darah di pleura parietalis 25 mmHg dan
tekanan osmotik di rongga pleura 6 mmHg, artinya tekanan menghambat filtrasi di
pleura parietalis 25 – 6 = 19 mmHg, sehingga tekanan total yang mendorong
filtrasi di pleura parietal adalah 27 – 19 = 8 mmHg. Dengan cara yang sama
didapatkan tekanan total yang mendorong reabsorpsi di pleura visceral yaitu
sebesar 4 mmHg. 4
Akumulasi cairan yang berupa transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan tekanan koloid osmotik menjadi terganggu,
sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi
oleh pleura lainnya. 1,4
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permiabel abnormal (meninggi) dan berisi protein berkonsentrasi tinggi.
Terjadinya perubahan permeabilitas membran adalah karena adanya peradangan pada
pleura. Akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dapat menyebabkan bocornya
pembuluh darah menyebabkan cairan eksudat kaya akan protein dan sel. 1,2,3,4
Peningkatan permeabilitas kapiler pleura karena radang, bertambah masuknya
protein dan cairan ke rongga pleura, sistem limfe yang tidak adekuat dan
metastase tumor ganas dapat menambahkan jumlah cairan dan konsentrasi protein
dan sel-sel di rongga pleura. 1,2,3,4
4. ETIOLOGI
Ada dua penyebab efusi pleura yaitu transudat dan eksudat. 1,2,3,4
4.1. Transudat
Pada cairan transudat, selain memiliki serum protein yang rendah (< 0,5)
juga memiliki LDH yang rendah (< 0,6).
Penyebab utama terjadinya cairan transudat ini adalah:
§ Sindroma nefrotik
§ Sirosis hepatis
§ Sindroma Meig’s
§ Tumor
4.2. Eksudat
Pada cairan eksudat kadar protein lebih tinggi dari 0,5 gram/100 cc cairan
efusi dan kadar LDH lebih tinggi dari 0,6.
Terjadinya eksudat antara lain disebabkan oleh:
§ Infeksi paru akibat: pneumococcus,
staphylococcus, haemophillus, tuberculosa dan kuman gram negatif yaitu
psudomonas aeroginosa.
§ Neoplasma
§ Infark paru.
5. DIAGNOSIS
5.1. Pemeriksaan Klinis
Nyeri dada dan pergerakan rongga dada berkurang merupakan tanda utama. Tanda
nyeri dada pada inspirasi yang disebabkan peradangan pleura, tetapi nyeri
tersebut menghilang bila terjadi akumulasi cairan yang memisahkan kedua
permukaan pleura. Bunyi gesek pleura dapat didengar sebelum adanya cairan
efusi, dan terdengar baik pada ekspirasi. Kadang-kadang bunyi tersebut sukar
dibedakan dengan bunyi ronkhi. Untuk membedakannya pasien diperintahkan untuk
batuk, biasanya suara ronkhi akan menghilang sedangkan bunyi gesek pleura akan
tetap terdengar. Tetapi hal ini sulit
dilakukan pada bayi. 1,2,3,4,5
Sesak napas dapat bersifat ringan, sedang atau berat namun adakalanya tidak ada
gejala sesak napas karena hal ini tergantung banyaknya cairan di rongga pleura.
Gejala lainnya seperti demam, batuk, berkeringat, batuk darah, berat badan
menurun, dan lainnya tergantung pada etiologi. 1,2
Efusi pleura sulit dideteksi dengan pemeriksaan fisik bila akumulasi cairannya
sedikit, tetapi bila akumulasi cairannya banyak (300 – 500 ml) maka akan
terlihat pergerakan dinding dada yang sakit, pada perkusi akan didapatkan bunyi
beda/pekak, stem fremitusnya tidak ada, dan suara pernapasan menghilang sampai
tidak terdengar. 1,3
Di atas permukaan efusi akan timbul penekanan paru-paru oleh efusi
mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan
gambaran konsolidasi juga dijumpai pernapasan bronchial. 3,4,5
5.2. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan ini mempunyai nilai yang tinggi dalam mendiagnosis efusi pleura.
Karena cairan cenderung berakumulasi di tempat yang rendah, maka pertama kali
dilihat pada foto pasien dengan posisi berdiri dan foto lateral pada sudut
costofrenikus, sebagai gambaran perselubungan padat dan homogen dengan jumlah
cairan paling sedikit antara 100 – 300 ml. Pada pasien dengan efusi yang sangat
sedikit (< 200 ml) dapat ditemukan dengan foto dengan posisi lateral
decubitus. 2,3
Beberapa penyimpangan yang biasa dijumpai seperti akumulasi cairan di antara
diafragma dengan permukaan inferior paru (efusi intra pulmonal), yang mana
kecurigaan ditunjukan dengan kenaikan satu atau dua diafragma tanpa sebab yang
jelas. Ini dapat ditunjukan dari peningkatan jarak antara permukaan bawah kiri
paru dengan permukaan atas lambung (lebih dari 2 cm), dan efusi intra pulmonal
kanan dapat dicurigai dengan terlihatnya fisura minor semakin dekat ke
diafragma. Pada posisi lateral dekubitus efusi akan nampak yang mana sairan
yang terletak di atas diafragma pindah ke posisi lateral dada. 2
Kadang-kadang dijumpai efusi yanga terakumulasi di sekeliling lobus tertentu,
yang disangka sebagai konsolidasi lobus. Cairan efusi juga dapat mengumpul
dipara-
mediastinal, difisura interlobaris atau paralel dengan batas jantung
(kardiomegali). 1
Berdasarkan foto dada efusi pleura dibagi atas tiga klasifikasi (oleh Martenson
dan Himelman), yaitu: 1,2
§ Sedikit, bila cairan hanya menutupi
sinus costofrenikus tidak sampai menutupi seluruh permukaan diafragma.
§ Sedang, bila batas meniskus cairan
mencapai 1/3 rongga dada.
§ Banyak/masif, lebih dari sedang.
Selain foto dada, diagnosa efusi pleura dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG
dan CT Scan dada.
5.3. Torakosentesis
Torakosentesis dilakukan untuk tujuan mencari penyebab ataupun menghilangkan
rasa sesak dengan cara mengeluarkan cairan serta memasukan antibiotik dan
antiseptik ke rongga pleura pasien. Kontra indikasi adalah pada pasien yang
mengalami kelainan pembekuan darah. Torakosentesis dilakukan pada posisi duduk,
untuk menentukan batas atas dari efusi dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik. Torakosentesis dilakukan di sela iga di linea aksilaris, linea aksilaris
posterior ujung tulang belikat dan linea aksilaris anterior di bawah permukaan
cairan, dan permukaan kulit tempat tusukan harus bebas dari segala penyakit dan
jarum tusukan sedalam 5 – 10 cm ke arah vertebra. 1,2,3
5.4. Analisa Cairan Pleura
Normal cairan pleura seperti air, tidak berwarna dan tidak berbau. 1
Komposisi
normal cairan pleura
Volume : 0,1 – 0,2 ml/kg
Sel/mm3 : 1.000 – 5.000
% sel mesothelial : 3 – 70%
% monosit : 30 – 75%
% limfosit : 2 – 30%
% granulosit : 10%
Protein : 1 – 2 g/dl
% albumin : 50 – 70%
Glukosa : sama dengan kadar plasma
LDH : < 50% kadar plasma
Warna
Cairan. Cairan transudat biasanya berwarna jernih dan kekuning-kuningan.
Sedangkan cairan yang banyak mengandung protein dan sel serta cairan makin
keruh disebut cairan eksudat. 1,2,3,4,5
Kultur Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme seperti pneumococcus, klebsiella, pseudomonas,
enterobacter, dan tuberculosa. 1,2,3,4,5
Sitologi. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnosis penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau
sel-sel tertentu, yaitu: 2
Sel-sel
patologis pada cairan pleura
Sel neutrofil : menunjukan adanya infeksi akut
Sel limfosit : menunjukan adanya infeksi kronis, seperti pleuritis tuberkulosa
atau limfoma malignum
Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat, ini menunjukan adanya infark paru
Sel mesotel maligna : pada mesotelioma
Sel-sel besar dengan banyak inti : pada arthritis rheumatoid
Sel LE : pada lupus eritematosus sistemik
Biokimia.
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah: 2,4
Transudat
Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) < 3 > 3
Kadar protein dalam efusi
Kadar
protein dalam serum < 0,5 > 0,5
Kadar LDH dalam efusi (IU) < 200 > 200
Kadar LDH dalam efusi
Kadar LDH
dalam serum < 0,6 > 0,6
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Selain test
di atas dapat juga dilakukan tes-tes khusus, antara lain: 2
Transudat
Eksudat
Eritrosit < 10.000 /mm3 > 100.000 /mm3 menggambarkan neoplasma, infark,
trauma
> 10.000 < 100.000 /mm3 tidak dapat ditentuk
Leukosit < 1.000 /mm3 Biasanya > 1.000 /mm3
Hitung jenis leukosit Biasanya > 50% limfosit atau sel mononukleus > 50%
limfosit (tuberkulosis, neoplasma)
> 50% polimorfonullear (radang akut)
PH > 7,3 < 7,3 (radang) Glukosa Sama seperti darah (+) Rendah (infeksi)
Sangat rendah (arthritis rheumatoid, kadang-kadang neoplasma Amilase > 500
unit/ml (pankreatitis: kadang-kadang neoplasma, infeksi)
Protein spesifik Komponen komplemen C3, C4 rendah (SLE, arthritis rheumatoid)
Faktor rheumatoid
Faktor anti nukleus
5.5. Tes
Tuberkulin
5.6. Kultur darah/sputum
5.7. Biopsi Pleura
Biopsi pleura parietalis merupakan yang paling baik untuk mendiagnosa efusi
pleura. Umumnya biopsi pleura dilakukan setelah torakosentesis.
Dapat dilakukan bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan atau dapat
dilakukan beberapa biopsi ulangan. 2,3
6. PROGNOSIS
Malignant pleural effusion mempunyai prognosis yang jelek. Efusi pleura yang
tidak tertangani dengan baik dapat menimbulkan fibrotoraks. 3,4
7.
PENATALAKSANAAN
§ Atasi sesak napas dengan cara
membersihkan jalan napas dan beri oksigen.
§ Obati penyakit yang mendasarinya
(penyebab).
§ Torakosentesis (pungsi).
Merupakan suatu tindakan pengambilan cairan pleura dengan tujuan untuk
membedakan apakah cairan tersebut transudat, eksudat atau emphyema. Untuk itu
perlu dipasang WSD (Underwater Seal Drainage). WSD adalah cara yang paling
efektif untuk membuat katub, dimana udara dan cairan dapat dikeluarkan dari
toraks.
Dalam melakukan pemasangan WSD perlu diingat:
ü Harus tidak ada kebocoran
ü Diklem bila botol tidak digunakan
ü Posisi botol harus di bawah toraks
ü Metode harus asepsis
ü Drain harus diangkat setelah 24 jam
ü Pipa dada harus diganti selama 7 –
10 hari digunakan.
§ Bila cairan
yang terlalu banyak, dimana perlu dilakukan tindakan pungsi yang berulang-ulang
sehingga dapat menyebabkan gangguan elektrolit, maka perlu dilakukan
pleurodesis.
§ Operasi.
Menjahit pleura parietalis dengan pleura visceralis. Tujuannya agar bersatu,
sehingga tidak terbentuk cairan yang sifatnya irreversibel. 3,4,5