dengarlah ini …
Kehidupan ini berlanjut.
Apakah engkau mengeluhkannya, memprotesnya, atau mensyukurinya, … kehidupan ini berlanjut.
Tapi engkau tak sendiri.
Ketahuilah
bahwa di balik cadar keanggunan, atau tameng kegagahan, dan di balik
semua keceriaan dan tawa lantang yang menggema dalam pergaulan yang
popular itu, … sesungguhnya banyak tergelatak hati yang galau, yang tak
bertenaga, yang letih dengan kepura-puraan, yang ingin berteriak
seliar-liarnya, yang ingin berlari kencang membuta menghilangkan diri,
dan yang ingin menangis sejadi-jadinya di tengah seramai-ramainya
kerumunan.
Sesungguhnya engkau tak sendiri, maka kasihilah sesamamu sebagaimana engkau seharusnya mengasihi dirimu sendiri.
Sesungguhnya tidak mudah menjadi dirimu.
Orang
di sekitarmu menuntutmu untuk memenuhi standar mereka tentang apa yang
disebut berhasil, mecemoohmu jika engkau tak tampil seperti telah
berhasil, menertawakan impian-impianmu, meragukan kesungguhanmu, dan
menuntutmu menggembirakan mereka dengan menelantarkan kebutuhanmu untuk
hidup damai dengan dirimu.
Kasihilah dirimu.
Janganlah memarahinya karena kesalahan yang tak disengajanya, atau yang dilakukannya karena ketidak-tahuannya.
Bersabarlah dengan kelambanannya dalam memperbaiki dirinya.
Bukankah
engkau yang selalu mengatakan bahwa manusia itu tak sempurna? Lalu,
mengapakah engkau memarahinya karena ketidak-sempurnaannya?
Dirimu itu paling membutuhkan kelembutanmu.
Apakah engkau tak merasa kasihan melihat upayanya untuk menggembirakan
orang-orang tamak yang sombong, yang lebih kaya darimu, yang
diharapkannya akan melebihkan pemberian kepadamu jika dia melebihkan
tawa dan pujian bagi mereka?
Dirimu itu
sesungguhnya telah letih melayanimu, yang banyak bermimpi tapi malas
bertindak, yang banyak memprotes tapi mudah tersinggung, dan yang minder
tapi sombong.
Turunkanlah suaramu sebentar, dan berbicaralah dalam nada suara yang lebih penyayang kepada dirimu.
Turunkanlah hidung dan wajahmu yang banyak mendongak untuk mengesankan
rasa percaya diri itu, dan ramahkanlah wajahmu saat engkau melihatnya di
cermin.
Berlakulah lebih jujur kepada dirimu.
Inginkanlah yang besar, tapi ikhlaslah melakukan yang sederhana dan yang dalam kemampuanmu untuk melakukan.
Bersegeralah
melakukan yang kau rencanakan dan setialah mengerjakannya sampai
selesai, agar dirimu mempercayai janji-janjimu kepadanya.
Duduklah lebih dekat dengan dirimu sendiri. Bersahabatlah dengannya.
Janganlah
engkau membuatnya merasa tak kau butuhkan,karena kau sesali semua
kekurangannya, sambil melupakan kelebihan dan kebaikannya.
Minta-maaflah kepada dirimu.
Dari semua yang paling membutuhkan permintaan maaf atas kesemena-menaan cara hidupmu, adalah dirimu sendiri.
Mudah-mudahan,
dalam persahabatan yang ramah, penuh hormat, dan penuh kasih dengan
dirimu sendiri itu, Tuhan mengutuhkanmu dengan dirimu sendiri dalam satu
kesadaran jiwa yang semakin mulia dengan semakin bertambahnya usiamu.
Karena sesungguhnya, engkau dan jiwamu itu satu.
Tapi kesejatian jiwamu yang mulia itu, terbelah menjadi seperti dua bagian yang saling tak mendamaikan.
Karena, kesejatian jiwamu itu tak mungkin menjadi tetap utuh, dengan
kau ijinkannya nafsu yang buruk sebagai pengganti dari tenaga jiwamu
yang suci.
Maka, dekatkanlah dirimu kepada
Tuhan, sedekat-dekatnya, dalam kemanjaan yang syahdu, dan dalam keharuan
tangis jiwamu yang jujur.
Karena, di dalam kedekatan itulah engkau disucikan.
Karena, Tuhanmu tak mengijinkan apa pun yang kotor mendekat kepadaNya.
Jiwamu yang dekat dan manja kepadaNya, akan dibersihkan.
Dan di dalam kebersihan jiwamu itulah kedamaianmu tumbuh.
Sekarang … tundukkanlah diri dan jiwamu, dalam semesra-mesranya sujud di hadapan Tuhanmu yang merindukan tangis manjamu.
Wahai jiwa yang tenang … indahkanlah senyum di wajahmu itu.
Tuhanmu sedang memandangimu dengan penuh kasih.
(>͡ .̮ Ơ̴͡)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar